Senin, 04 Agustus 2014

Perlawanan Rakyat Indonesia kepada Kolonialisme Barat : Perang Paderi

Indonesia merupakan sebuah negeri dan bangsa yang tidak terlepas pada alur kesejarahan yang panjang mulai dari masa purba hingga masa sekarang ini. Indonesia punya peristiwa sejarah yang selalu menjadi inspirasi dan kesan heroik yang sangat membanggakan bangsanya.


Bangsa ini melewati waktu ke waktu, peristiwa ke peristiwa, perubahan ke perubahan. Salah satu yang rentang kesejarahan yang dilewati oleh bangsa ini merupakan Masa Kolonialisme Barat. Peristiwa kolonialisme barat atau yang lebih dikenal di masyarakat pada masa penjajahan merupakan sebuah masa yang menyakitkan dan memberikan sebuah kesengsaraan pada bangsa Indonesia pada masa itu. Masa itu merupakan masa yang panjang dalam kesejarahan Indonesia. Dalam masa ini banyak bangsa-bangsa eropa yang datang silih berganti menelusuri, berdagang, bahkan menjajah bangsa ini. Bahkan banyak orang menyebutkan bahwa Indonesia dijajah dalam rentang waktu yang lama, sekitar 350 tahun dijajah oleh satu bangsa yaitu bangsa Belanda.
Bangsa Indonesia tidak berdiam diri dalam melawan kolonial Barat. Bangsa Indonesia pun melakukan perlawanan kepada kolonial terlebih masa kolonial Belanda yang banyak memberikan dampak panjang kepada bangsa ini. Salah satu peristiwa heroik yang dilakukan bangsa Indonesia melawan kolonial Belanda ialah Perang Paderi.

Perang Paderi berlangsung di daerah Sumatera Barat sekarang. Perang ini merupakan salah satu perang yang cukup lama berlangsung, sekitar 29 tahun.Pada awalnya Perang Paderi ini awalnya merupakan perang lokal rakyat Sumatera Barat yang melibatkan kaum Paderi yang berlandaskan keagamaan dengan kaum Adat. Gerakan Paderi atau Padre yang berarti Gerakan Ulama awalnya hanya untuk mengembalikan wibawa dan memperbaiki perilaku kaum Adat yang menyimpang pada ajaran-ajaran agama Islam pada saat itu, padahal kaum Adat disana sudah memeluk Islam. Kaum Adat gemar sekali pesta, mabuk-mabukan, adu ayam, dan berjudi. Hal ini kaum Paderi yang dipimpin oleh Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piobang. Ketiga ulama ini dengan semangat wahabi yang menginginkan sebuah pembaharuan, membasmi bid'ah dan meluruskan agama dinegerinya, Minangkabau.
Kaum adat pun tidak tinggal diam, mereka terus melawan. Di sebuah kampung yang bernama Batu Batabuh kaum Adat mengadakan pesta sabung ayam yang bermaksud untuk menghina kaum Paderi. Perang saudara ini meluas dan pengaruh kaum Paderi semakin menguat dengan bercirikan pakaian putih yang mulai umum dikenakan pada masa itu.
Pada saat itu pemerintah Inggris lah yang berkuasa disana, namun saat itu Inggris harus menyerahkan kekuasaannya pada Belanda sesuai dengan kesepakatan Traktat London. Dan pada saat itu pula  kepada Belanda lah kaum Adat meminta bantuan setelah Inggris pergi. Dengan adanya hal ini mulailah lawan dari kaum Paderi bukan lagi kaum Adat melainkan Belanda dengan peralatan yang lengkap dan personil yang telatih. Kaum Adat memegang peranan sebagai boneka Belanda saja.
Perang Paderi melawan Belanda ini berawal dari tahun 1821 yang ditandai dengan meluasnya perlawanan rakyat ke seluruh daerah Minangkabau, lalu terdapat masa reda karena Belanda berhasil mengadakan perjanjian dengan kaum paderi yang dikenal dengan Perjanjian Bonjol. Perjanjian ini dianggap sangat menguntungkan Belanda, saat itu Belanda memang sibuk dengan perang Jawa yang sangat membutuhkan tenaga dan saat itu merupakan keadaan yang mencemaskan bagi Belanda. Tetapi keadaan lemah ini tidak dipergunakan dengan baik. Kaum Paderi malah menyutujui perjanjian tersebut yang dapat dikatakan bahwa Belanda sedang dalam keadaan yang lemah. Andaikata saat itu kaum Paderi menyerang Belanda, dapat diperkirakan bahwa mereka bisa berhasil mengusir Belanda dari tanah Minangkabau.
Perang Paderi berjalan cukup panjang membuat kedua belah pihak mencari jalan keluar. Saat itu pihak Belanda pun pernah mencoba jalan damai, namun hal ini menjadi sebuah polemik untuk kaum Paderi yang berpusat di Bonjol yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol karena terjadi perpecahan. Salah satu pihak menginginkan penghentian perang, pihak yang lain menganggap perang untuk diteruskan agar Belanda keluar dari tanah mereka. Tetapi seketika pihak Belanda menyerang secara tiba-tiba, hal ini membuat kaum Paderi kewalahan. Namun pada hari berikutnya kaum Paderi yang melawana, karena perang yang berlalu cukup lama, rakyat pun mulai terbiasa dengan keadaan ini dan mulai terlatih untuk berperang. Namun sekitar bulan Agustus 1837 kaum Paderi mulai mengalami kerusakan hebat yang disebabkan tembakan hebat dari meriam Belanda. Kebakaran hebat dialami kaum Paderi yang tempat tinggalnya hanya terbuat dari bambu, selain itu rakyat pun sudah tidak tahan lagi karena perang. Dan pada akhirnya pada saat kaum Paderi kehabisan peluru dan perbekalan, selain itu pertahanan di Wilayah Bonjol habis diserang oleh Belanda dan kemudian Bonjol pun dapat dikuasai.
Hal ini memaksa kaum Paderi untuk menyingkir ke hutan dan pedalamn-pedalaman. Tuanku Imam Bonjol pun pergi ke hutan di VII Lurah. Namun pada saat itu belaiu dijebak oleh Belanda dengan mengundang beliau pada perundingan yang telah direkayasa oleh Belanda. Namun beliau ditangkap dan dibuang ke Cianjur di daerah Priangan, Jawa Barat.
Pada Akhirnya tanggal 28 Desember 1838, pertahanan terakhir kaum Paderi jatuh ke tangan Belanda. Sejak saat itulah Belanda menanamkan kekuasaannya di tanah Sumatera Barat. Sementara itu pihak kaum Adat merasa menyesal atas kekalahan kaum Paderi dan kecewa pada diri sendiri karena sudah membantu Pihak Belanda. Belanda berusaha mengekalkan kekuasaannya dengan mengeksploitasi daerah yang kaya itu. Namun dengan kalah dan berakhirnya perlawanan kaum Paderi tidak menyurutkan perlawanan di daerah yang lain untuk mempertahankan wilayahnya.
Dari peristiwa diatas terlihat bahwa betapa heroik dan berjasanya pada masa itu rakyat dan masyarakat Indonesia terutama di daerah Sumatera Barat untuk mempertahankan kedaulatan daerah dan rakyatnya. Hal ini menajdi sebuah peringatan bagi kita untuk merawat dan memelihara kedaulatan bangsa ini.


Referensi :
Kartodirdjo, S.1988. Pengantar Sejarah Indonesia Baru :1500-1900 Dari Masa Emporium Hingga Masa Imperium.Jakarta.Gramedia Pustaka Utama.
Kartodirdjo,S.1973.Sejarah Perlawanan-perlawanan Terhadap Kolonialisme.Yogyakarta.Departemen Pertahanan dan Keamanan Pusat Sejarah ABRI.
Tn.2014.Perang Padri. [online] tersedia di http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Padri diakses tanggal 4 Agustus 2014.

Setelah Anda membaca artikel diatas silahkan jawab soal-soal yang ada di Link ini :

https://www.proprofs.com/quiz-school/story.php?title=Nzc4MjY4Y7I9

Minggu, 20 Juli 2014

Hari Pahlawan




            Hari Pahlawan merupakan salah satu hari besar di Indonesia. Walau bukan sebagai hari libur nasional, hari pahlawan merupakan salah hari bersejarah bagi rakyat Indonesia dalam upaya untuk mempertahankan dan mengunci kemerdekaan Indonesia.  Kata Pahlawan sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbananya. Selain itu menurut Kambali (2014:1)
“Pahlawan berasal dari kata ‘pahala’ yang diberi imbuhan ‘-wan,’ artinya seseorang yang mempunyai pahala, tentunya orang yang mendapatkan pahala adalah orang yang telah berbuat baik, seperti pahlawan yang telah berkorban untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia”.  
Banyak sekali istilah-istilah gelar kepahlawanan disematkan kepada orang-orang  yang berjasa pada kelompok masyarakat, baik dalam bentuk bangsa, negara maupun agama.  Dalam gelar kepahlawanan pun tidak semena-mena diberikan kepada seseorang, dalam sejarah pun penuh dengan subjektifitas, kita melihat dari prespektif mana kita memberikan gelar tersebut. Menurut Resink (2012:2)
“pada abad 20 Berg melihat sebuah perilaku dan metedologi  yang megarahkan ilmuwan untuk melihat Indonesia dari perspektif India, Arab, atau Belanda. Begitu pula dari prespektif Belandasentris, hanya sebagai pengkhususan Eropasentris dan setidaknya ekstra-Indonesiasentris”.
Dalam  hal ini gelar kepahlawanan bagaimana kita melihat peran dan pengaruhnya terhadap kelompok masyarakat tersebut. Kita ambil satu contoh, seorang Herman Willem Deandels bisa menjadi seorang pahlawan bila kita lihat dari sisi Belanda karena berjasa dalam mengembalikan kekayaan negara Belanda pada masa itu. Namun seorang Deandels dalam perspektif Indonesia merupakan seorang yang membuat orang Indonesia sengsara dan dicap sebagai penjajah. Masih menurut Resink (2014:5) “… kewajiban untuk menguraikan pandangan tritunggal Eropasentris (atau Belandasentris), regiosentris (atau jawasentris), Indonesiasentris dalam penulisan sejarah Indonesia”.
            Hari Pahlawan dapat merujuk pada sejumlah peringatan hari pahlawan nasional di berbagai negara.  Hari Pahlawan sering diselenggarakan pada hari kelahiran pahlawan nasional maupun peringatan peristiwa yang mengantarkan mereka jadi pahlawan.Hari pahlawan diperingati di berbagai negara bukan hanya di Indonesia. Di Filiphina misalnya, di negara mereka hari pahlawan diperingati pada tanggal 30 Agustus. Di Indonesia sendiri hari pahlawan tepat diperingati pada tanggal 10 November, hari itu bertepatan dalam Pertempuran 10 November atau dikenal pula dengan Pertempuran Surabaya.  Pertempran Surabaya sendiri merupakan pertempuran antara pihak Indonesia dengan Sekutu. Pertempuran Surabaya ini menjadi pertempuran pertama Indonesia dengan pihak asing pasca Proklamasi Kemerdekaan. Selain itu pertempuran ini menjadi salah satu pertempuran terbesar rakyat Indonesia. 
            Banyak hal untuk memperingati hari pahlawan terutama kita sebagai mahasiswa pendidikan sejarah. Dalam merayakannya pun tidak hanya unsur kesejarahannya saja namun harus mempunyai kaidah kependidikanya juga. Menurut saya perayaan yang besar besaran dan  hanya untuk sekedar hiburan dalam perspektif seorang mahasiswa apalagi mahasiswa pendidikan sejarah mungkin terlihat kurang dalam untuk mengartikan hari pahlawan tersebut. Selain itu dalam hal ini kita berhak menentukan mana yang kita sebut pahlawan ataupun bukan. Menurut Suwirta (2013:1), “Setiap generasi berhak tidak hanya untuk menulis sejarahnya sendiri, tetapi juga perlu menetapkan pahlawan-pahlawan baru yang sesuai dengan jiwa dan keperluan zaman”. Selain itu menurut Kambali (2014:1),
“… kurang setuju apabila kita mengenang jasa pahlawan dengan mengikuti perlombaan seperti lomba panjat pinang, balap karung, balap makan kerupuk, dan lain-lain. Mengapa? Panjat pinang adalah salah satu perlombaan yang ada sejak zaman penjajahan Belanda dan digunakan sebagai hiburan oleh orang-orang Belanda, mereka menertawakan orang-orang yang jatuh ke lumpur atau saling berebut hadiah. Selain itu apakah para pahlawan akan bangga apabila perjuangan mereka yang telah meneteskan keringat, darah dan air mata, bahkan juga nyawanya, hanya dilambangkan dengan lomba makan kerupuk, balap karung, panjat pinang, dan lain-lain, tentu saja tidak sebanding bukan?”.
            Dalam hal ini saya kurang setuju dalam hal perayaan yang besar dan hiburan tanpa diikuti dengan nilai-nilai dari pahlawan-pahlawan kita yang berjuang lama untuk berlangsungnya Negara Indonesia ini. Bukan berarti perayaan besar dilarang namun perayaan tersebut harus dilandasi dengan nilai-nilai kepahlawanan dan mengajarkan dan memperkenalkan para pahlawan-pahlawan kita.

Daftar Pustaka

G.J.Resink.2012. Bukan 350 Tahun Dijajah. Jakarta. Komunitas Bambu.

Kambali, A.2014. Mengajarkan Makna Hari Pahlawan Kepada Anak-Anak Kita.[online] tersedia di http://www.komunitashistoria.com/article/2013/12/30/cara-merayakan-hari-pahlawan-yang-benar/ . diakses 20 Juli 2014

Tn. 2014. Hari Pahlawan. [online] tersedia di http://id.wikipedia.org/wiki/Hari_Pahlawan . diakses 20 Juli 2014

Tn. 2014. Peristiwa 10 November.[online] tersedia di http://id.wikipedia.org/wiki/Peristiwa_10_November . diakses 20 Juli 2014

Suwirta A. 2013. Kegiatan Rakor Penanganan Nilai-nilai Kejuangan dan Kepahlawanan se Jawa Barat. [online] tersedia di http://aspensi.com/news/2013/06/08/0842/2130000-kegiatan-rakor-penanganan-nilai-nilai-kejuangan-dan-kepahlawanan-se-jawa-barat . diakses 20 Juli 2014

 


Diberdayakan oleh Blogger.